Sita jaminan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sita jaminan atau biasa disebut dengan conservatoir beslag pada Pasal 227 ayat (1) HIR, Pasal 261 ayat (1) RBG atau Pasal 720 Rv bahwa menyita barang debitur selama belum dijatuhkan putusan dalam perkara tersebut dan tujuannya, agar barang tidak digelapkan atau diasingkan oleh penggugat selama proses persidangan berlangsung, maka pada saat putusan dilaksanakan, pelunasan pembayaran utang yang dituntut penggugat dapat terpenuhi, dengan jalan menjual barang sitaan tersebut.

Di mana sita pada barang milik tergugat, barang tidak dapat dialihkan tergugat kepada pihak ketiga, sehingga tetap utuh sampai putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tergugat tidak memenuhi pembayaran secara sukarela maka pelunasan utang atau ganti rugi diambil secara paksa dari barang sitaan melalui penjualan lelang.[1]

Penerapan[sunting | sunting sumber]

Tuntutan ganti rugi[sunting | sunting sumber]

Dalam praktik bahwa penerapan diperluas menjadi sengketa tuntutan ganti rugi baik yang timbul dari:[2]

  1. Wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1247 KUH Perdata dalam bentuk penggantian biaya, bunga dan keuntungan diperoleh atau
  2. Perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dalam bentuk ganti rugi materiil dan imateriil.

Sengketa milik[sunting | sunting sumber]

Dalam Pasal 226 HIR bahwa tidak diatur sita revindikasi maka tidak mencakup sengketa milik atas barang tidak bergerak maka terdapat perluasan sita jaminan terkait sengketa hak milik atas benda tidak bergerak.[2]

Tujuan[sunting | sunting sumber]

Tujuan sita jaminan tersebut agar kebutuhan barang tetap terjamin nilai dan keberadaannya sampai putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Sehingga ketika putusan telah berkekuatan hukum tetap maka barang dapat dieksekusi dengan mengosongkan atau membongkar bangunan yang ada di atasnya serta menyerahkan kepada penggugat.[2]

Objek[sunting | sunting sumber]

Objek Sita Jaminan atau harta kekayaan tergugat yang bisa dijadikan sita jaminan di antaranya:[2]

  1. Dalam Sengketa Milik, Terbatas atas Barang yang Disengketakan. Terkait ini hanya terbatas atas objek barang yang diperkarakan dan tidak boleh melebihi objek tersebut.
  2. Terhadap Objek dalam Sengketa Utang atau Ganti Rugi. Dalam objek dalam sengketa utang atau ganti rugi diterapkan beberapa alternatif di antaranya:
    1. Meliputi Seluruh Harta Kekayaan Tergugat.
    2. Terbatas pada Barang Agunan.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Mertokusumo, Sudikno (1988). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. 
  2. ^ a b c d Harahap, M.Yahya (2006). Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan , Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.