Satreyan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Satreyan merupakan salah satu dusun dari Desa Gading, di Kecamatan Balerejo Kab. Madiun.

Cerita Rakyat[sunting | sunting sumber]

Terdapat cerita rakyat yang menjadi asal-usul dari Dusun Satreyan dan Desa Gading, yang di sampaikan secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Gading dan Dusun Satreyan. Knebel dalam catatan TITLV XLVIII tahun 1906 menceritakan bahwa di Desa Gading ada makam yang seluruhnya tanpa cungkup, hanya pagar yang di buat mengelilingi tulang dan di dalam nya ada semak serut dan kursi bambu ampel. Makam itu sebenarnya adalah kuburan untuk dua orang, yaitu Raden Jaka Menak Satreyan dan Putri Gading.

Pada jaman dahulu desa ini memiliki dua kepala Desa, yang tertua adalah Mbah Gede Gading yang memiliki anak Putri Gading. Sedangkan yang ke dua adalah Mbah Gede Banyak Pancang yang memiliki putra bernama Raden Jaka Menak Satreyan.

Sebenarnya kepala desa ini masih memiliki hubungan saudara, namun tidak akur. Putri Gading adalah seorang yang cantik dan Raden Jaka Menak Satreyan sangat bernafsu ingin memperistri Putri Gading, yang masih sepupu kandungnya, namun di tentang oleh ke dua belah pihak keluarga, sehingga sangat sulit untuk mendekati Putri Gading.

Namun dengan segala macam tipu daya, seperti iming-iming burung, yang kerap membuatnya tersesat di dalam rumahnya Putri Gading dia berhasil mengatur pertemuan rahasia, sampai akhirnya Raden Jaka Menak Satreyan tertangkap basah oleh Mbah Gede Gading dan di bunuh oleh nya.

Putri Gading menikam dirinya sendiri pada mayat Raden Jaka Menak Satreyan dan mengikutinya sampai mati sebagai bentuk bela suduk sliro. Betapapun tegangnya kemarahan ke dua belah pihak keluarga itu karena cerita ini, mereka akhirnya mencapai kesepakatan damai, kemudian jasad Raden Jaka Menak Satreyan dan Putri Gading di tempatkan di makam yang dikasih pancang bambu untuk menjebak burung yang ditancapkan di dekat makam Raden Jaka Menak Satreyan dan makam Putri Gading. Lama kelamaan pancang bambu tersebut justru hidup menjadi bambu ampel hingga saat ini.

Ketika ke dua Kepala Desa itu mengundurkan diri, makam selalu di bersihkan oleh penduduk Desa Gading dan di jadikan punden setiap tahun di peringati wilujengan bersih dusun.

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. Knebel, J, Oudheidkundige reis 1906: Residentie Madioen / Or. 26.819