Sariqah (Pencurian)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Sariqah adalah mengambil suatu harta yang tidak ada hak baginya dari tempat penyimpanan”. Sariqah adalah bentuk mashdar ٌطس – طسقا kata dari ق -عشق dan secara etimologis berarti mengambil harta milik seseorang secara sembunyisembunyi dan dengan tipu daya. Sementara itu, secara terminologis pencurian (Sariqah) adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya. Menurut bahasa pencurian adalah: انسشلخ ًْ اخز انًبل انًتمٕ يهك نهغٍش فى حشص يثهّ خفٍخ “Pencurian adalah mengambil harta orang lain yang bernilai secara diam-diam dari tempatnya yang tersimpan”. Sedangkan menurut syara’, pencurian adalah: انسشلخ ًْ أخز انًكهف خفٍخ لذس عششح دساْى فضشٔثخ يحشصح أٔ خبفظ ثال شجٓخ “Pencurian adalah mengambil harta orang lain yang oleh mukallaf secara sembunyi-sembunyi dengan nisab 10 Dirham yang dicetak, disimpan pada tempat penyimpanan yang biasa digunakan atau dijaga oleh seorang penjaga dan tidak ada syubhat”.

Menurut Pandangan Ulama[sunting | sunting sumber]

Secara terminologis defenisi sariqah dikemukakan oleh beberapa ahli berikut:

  • Muhammad Al-Khatib Al-Syarbini (ulama mazhab Syafi‟i)

Sariqah secara bahasa berati mengambil harta (orang lain) secara sembunyi- sembunyi dan secara istilah syara‟ adalah mengambil harta (orang lain) secara sembunyi-sembunyi dan zalim, diambil dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan dengan berbagai syarat atau mengambil sesuatu secara sembunyi–sembunyi atau secara terang.

  • Ali bin Muhammad Al-Jurjani

Sariqah dalam syariat islam yang pelakunya harus diberi hukuman potong tangan adalah mengambil sejumlah harta senilai sepuluh dirham yang masih berlaku, disimpan ditempat penyimpanannya atau dijaga dan dilakukan oleh seorang mukallaf secara sembunyi-sembunyi serta tidak terdapat unsur syubhat, sehingga kalau barang itu kurang dari sepuluh dirham yang masih berlaku maka tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian yang pelakunya diancam hukuman tangan.

  • Wahbah Al-Zuhaili

Sariqah adalah mengambil harta milik orang lain dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan secara diam-diam sembunyisembunyi. Termasuk dalam kategori mencuri adalah mencuri-curi informasi dan pandangan jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

Dari beberapa definisi sariqah mneurut para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sariqah adalah perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan tujuan tidak baik atau mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaanya, seperti dianalogikan mengambil barang dari rumah orang lain ketika penghuninya sedang tidur.

Sumber Hukum Sariqah[sunting | sunting sumber]

  • Al-Qur'an

“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (bagi orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat” (An-Nisa’ayat 105).

Agama Islam sangat melindungi harta, karena harta merupakan bahan pokok kehidupan, cara mendapatkannya pun harus dengan cara yang benar pula. Kita diharamkan oleh allah SWT memakan/mendapatkan harta dengan jalan yang tidak benar (bathil). Seperti yang tercantum dalam fiman Allah Qs. Al-Baqarah: 188

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu memakan harta orang lain diantaramu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa (urusan) hartamu itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetauhi”

Syari’at Islam memberi hukuman yang sangat berat atas perbuatan mencuri, dan juga menetapkan pandangan yang lebih realistis dalam menghukum seorang pelanggar (pencuri) yaitu dengan hukuman potong tangan. Tujuan dari hukuman tersebut adalah untuk memberikan rasa jera guna menghentikan kejahatan tersebut, sehingga tercipta rasa perdamaian di masyarakat.

  • Hadist

“Dari Aisyah ra. Bahwasanya Usamah memberitahukan Nabi SAW tentang seorang wanita, lantas beliau bersabda: “Sesungguhnya rusaknya orang-orang sebelum kamu itu bahwasanya mereka menegakkan had atas orang lemah (rakyat jelata), dan membiarkan orang mulya. Demi dzat yang diriku dalam genggaman-Nya, andaikan Fatimah.

  • Ijma’

Ijma’ merupakan hukum yang diperoleh atas kesepakatan beberapa ahli ishtisan dan mujtahid setelah Rasulaullah SAW, tentang hukum dan ketentuan beberapa masalah yang berkaitan dengan syari’at Islam, diantaranya yaitu masalah pencurian, karena Islam sangat melindungi harta benda dari kepemilikan yang tidak khaq. Ijma’ juga dimanifestasikan sebagai yurisprudensi hakim Islam.

Unsur-unsur Sariqah[sunting | sunting sumber]

Dalam hukum Islam hukuman potong tangan mengenai pencuriannya di jatuhi unsur-unsur tertentu, apabila salah satu rukun itu tidak ada, maka pencurian tersebut tidak dianggap pencurian. Unsur-unsur pencurian ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:

  • Pengambilan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi

Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik (korban) tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakanya. Contohnya, mengambil barang-barang milik orang lain dari dalam rumahnya pada malam hari ketika ia (pemilik) sedang tidur. Pengambilan harta harus dilakukan dengan sempurna jadi, sebuah perbuatan tidak di anggap sebagai tindak pidana jika tangan pelaku hanya menyentuh barang tersebut.

  • Barang yang diambil berupa harta

Salah satu unsur yang penting untuk dikenakannya hukuman potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang bernilai mal (harta), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan hukuman potong tangan, syarat-syarat tersebut adalah:

  1. Barang yang dicuri harus mal mutaqawwin yaitu barang yang dianggap bernilai menurut syara’. Menurut, Syafi’i, Maliki dan Hambali, bahwa yang dimaksud dengan benda berharga adalah benda yang dimuliakan syara’, yaitu bukan benda yang diharamkan oleh syara’ seperti khamar, babi, anjing, bangkai, dan seterusnya, karena benda-benda tersebut menurut Islam dan kaum muslimin tidak ada harganya. Karena mencuri benda yang diharamkan oleh syara’, tidak dikenakan sanksi potong tangan. Hal ini diungkapkan oleh Abdul Qadir Awdah, “Bahwa tidak divonis potong tangan kepada pencuri anjing terdidik (helder) maupun anjing tidak terdidik, meskipun harganya mahal, karena haram menjual belinya.
  2. Barang tersebut harus barang yang bergerak Untuk dikenakanya hukuman had bagi pencuri maka disyaratkan barang yang dicuri harus barang atau benda yang bergerak. Suatu benda dapat dianggap sebagai benda bergerak apabila benda tersebut bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainya.
  3. Barang tersebut harus barang yang tersimpan Jumhur fuqaha berpendapat bahwa salah satu syarat untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri adalah bahwa barang yang di curi harus tersimpan di tempat simpanannya. Sedangkan Zhahiriyah dan sekelompok ahli hadis tetap memberlakukan hukuman had walaupun pencurian bukan dari tempat simpanannya apabila barang yang dicuri mencapai nisab yang dicuri.
  4. Barang tersebut mencapai nisab pencurian Tindak pidana pencurian baru dikenakan hukuman bagi pelakunnya apabila barang yang dicuri mencapai nisab pencurian. Nisab harta curian yang dapat mengakibatkan hukuman had potong ialah seperempat dinar (kurang lebih seharga emas 1,62gram), dengan demikian harta yang tidak mencapai nisab itu dapat dipikirkan kembali, disesuaikan dengan keadaan ekonomi pada suatu dan tempat.
  • Harta Tersebut Milik Orang Lain

Untuk terwujudnya tindak pidana pencurian yang pelakunya dapat dikenai hukuman had, disyaratkan barang yang dicuri itu merupakan barang orang lain. Dalam kaitannya dengan unsur ini yang terpenting adalah barang tersebut ada pemiliknya, dan pemiliknya itu bukan si pencuri melainkan orang lain. Dengan demikian, apabila barang tersebut tidak ada pemiliknya seperti benda-benda yang mubah maka pengambilanya tidak dianggap sebagai pencurian, walaupun dilakukan secara diam-diam.

Alat Bukti Sariqah[sunting | sunting sumber]

  • Saksi

Syarat saksi untuk jarimah sariqah minimal dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Apabila saksi tidak mencapai minimal, maka pelkau tidak terkena hukuman. Adapun untuk persyaratan saksi secara umum tidak jauh berbeda dengan jarimah zina.

  • Pengakuan

Salah satu alat bukti adalah pengakuan daripada si pelaku jarimah. Menurut Imam Syafi’I, pengakuan itu cukup dilakukan satu kali.

  • Sumpah

Menurut pendapat Imam Syafi’i, bahwa ketika terjadi tindak pidana atau jarimah sariqah, sedangkan tidak ada saksi dan pengakuan daripada tersangka maka si tersangka tersebut oleh korban diperintahkan untuk bersumpah. Jika pelaku tidak melakukan sumpah, maka korban berhak mengembalikan ke penuntut.

Sanksi atau Hukuman Bagi Pelaku Sariqah[sunting | sunting sumber]

Apabila tindak pidana pencurian dapat dibuktikan dan melengkapi segala unsur dan syarat-syaratnya maka pencurian itu akan dijatuhi dua hukuman, yaitu:

  • Pengganti kerugian (Dhaman)

Menurut Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad, hukuman potong tangan sama-sama. Alasan mereka adalah bahwa dalam perbuatan mencuri potong tangan

dan penggantian kerugian dapat dilaksanakan bersama-sama terdapat dua hak, yaitu hak Allah sedangkan penggantian kerugian dikenakan sebagai imbangan dari hak manusia.

Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya penggantian kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenakan hukuman potong tangan. Akan tetapi apabila hukuman potong tangan dilaksanakan maka pencuri tidak dikenai hukuman untuk pengganti kerugian. Dengan demikian menurut mereka, hukum potong tangan dan penggantian kerugian tidak dapat dilaksanakan sekaligus Bersama-sama. Alasanya adalah Bahwa Al-Qur’an hanya menyebutkan hukuman potong tangan untuk tindak pidana pencurian, sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 38, dan tidak menyebutkan penggantian kerugian.

  • Hukuman Potong Tangan

Hukuman potong tangan merupakan hukuman pokok, sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Maidah ayat 38:

وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقْطَعُوٓا۟ أَيْدِيَهُمَا جَزَآءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلًا مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah kedua tangannya sebagai pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al- Maidah: 38).

Aisyah menerangkan hadits Nabi, beliau bersabda: “Bahwa Nabi memotong tangan pencuri yang mencuri seharga seperempat dinar atau lebih dari padanya. “Demikian menurut Jama’ah kecuali Ibnu Majah. Menurut Ahmad, Muslim, Nisai, dan Ibnu Majah, Nabi bersabda: “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali apabila barang curiannya seharga seperempat dinar, atau lebih dari padanya.

Sedangkan menurut Jama’ah kecuali Ibnu Majah Nabi bersabda: “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali apabila barang curian itu seharga seperempat dinar lebih. Hukuman potong tangan dikenakan terhadap pencurian dengan tehnis menurut ulama madzhab empat berbeda-beda. Cara yang pertama, memotong tangan kanan pencuri pada pergelangan tangannya. Apabila ia mencuri untuk yang kedua kalinya maka ia dikenai hukuman potong kaki kirinya. Apabila ia mencuri untuk yang ketiga kalinya maka para ulama berbeda pendapat.

Menurut Iman Abu Hanifah, pencuri tersebut dikenai hukuman ta’zir dan dipenjarakan. Sedangkan menurut Imam yang lainya, yaitu menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad pencuri tersebut dikenai hukuman potong tangan kirinya. Apabila ia mencuri lagi untuk yang keempat kalinya maka dipotong kaki kanannya. Apabila masih mencuri lagi untuk yang kelima kalinya maka ia dikenai hukuman ta’zir dan dipenjara seumur hidup (sampai mati) atau sampaiia bertobat.

Gugurnya Sanksi/Hukumah Jarimah Sariqah (Pencurian)[sunting | sunting sumber]

Hal-hal yang dapat menggugurkan sanksi Sariqah antara lain adalah:

  • Pemilik harta membantah pengakuan (ikrar) seseorang atau kesaksian para saksi.
  • Ada pemberian maaf dari pihak yang dirugikan.
  • Seseorang membatalkan ikrarnya.
  • Pihak pelaku pencurian mengembalikan harta yang dicurinya kepada pemilik sebelum pengaduannya sampai ke Pengadilan.
  • Harta benda yang dicuri itu kemudian menjadi milik pihak pencuri sebelum kasus tersebut diangkat ke Pengadilan.
  • Pihak pencuri mengklaim bahwa harta yang dicurinya itu adalah hak miliknya.