Polusi pertanian

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Polusi air yang terjadi akibat peternakan sapi perah di daerah Wairarapa, Selandia Baru

Polusi pertanian merupakan pencemaran yang diakibatkan oleh produk sampingan yang berasal dari biotik ataupun abiotik dari praktik pertanian, sehingga lingkungan dan ekosistem di sekitarnya terkena imbasnya.[1][2] Penggunaan pestisida, pupuk dan bahan-bahan kimia merupakan contoh dari penyebab terjadinya polusi pertanian.

Polusi pertanian dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar, seperti air dan tanah yang terkontaminasi, erosi, serta degradasi tanah. Selain itu, polusi pertanian juga dapat berbahaya bagi kesehatan manusia dan menimbulkan masalah ekonomi.[2][3]

Sumber abiotik[sunting | sunting sumber]

Penyiraman pestisida untuk tanaman dengan menggunakan pesawat terbang pertanian

Pestisida[sunting | sunting sumber]

Pestisida dan herbisida biasa digunakan dalam sektor pertanian dengan tujuan untuk membasmi hama-hama yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yang berpotensi dapat mengganggu hasil produksi tanaman.[4][5] Tapi, penggunaan pestisida dalam sektor pertanian dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan sekitar, contohnya seperti tanah yang terkontaminasi.[5][6]

Mesin khusus penyemprot pestisida dengan rear-wheel drive

Proses kontaminasi tanah terjadi ketika pestisida yang telah digunakan menumpuk dan bertahan di tanah.[7][8] Pestisida yang berada di tanah tersebut dapat memicu proses metabolisme mikrobial, meningkatkan penyerapan bahan kimia bagi tanaman, dan beracun bagi organisme tanah.[9] Waktu bertahan pestisida dan herbisida dapat bertahan di tanah tergantung dari bahan-bahan kimia atau senyawa yang terkandung di dalamnya.[7][10] Bahan-bahan yang terkandung didalam pestisida dan herbisida tersebut juga dapat mempengaruhi proses sorpsi dan kondisi lingkungan tanah.[11][12]

Pestisida dapat terakumulasi pada hewan yang memakan hama dan organisme tanah yang telah terkontaminasi oleh pestisida.[5][13] Selain itu, penggunaan pestisida secara berlebihan lebih berbahaya bagi hewan-hewan yang menguntungkan bagi tanaman, seperti serangga penyerbuk, dan musuh alami dari hama (serangga yang memangsa hama) dibandingkan terhadap hama yang ingin kita basmi.[14][15][16]

Pelindian pestisida[sunting | sunting sumber]

Pelindian pestisida dapat terjadi ketika pestisida bercampur dengan air dan bergerak melalui tanah, sehingga berpotensi mencemari kualitas air tanah. Proses pelindian tersebut berkorelasi dengan karakteristik tanah dan pestisida tertentu serta tingkat curah hujan dan irigasi.[17] Pelindian dapat terjadi apabila pestisida yang digunakan larut ke dalam air; apabila kondisi tanahnya cenderung berpasir; dan apabila kemampuan adsorpsi pestisida ke tanah rendah.[16][18]

Pelindian tersebut tidak hanya berasal dari ladang yang sedang digarap, tetapi juga dapat berasal dari area proses pencampuran pestisida, tempat pencucian mesin aplikasi pestisida, atau area pembuangan.[19][20]

Pupuk[sunting | sunting sumber]

Pupuk merupakan material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman.[21] Pupuk biasanya digunakan sebagai sumber nutrisi tambahan, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi hasil panen.[22] Material pupuk biasanya dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Meskipun demikian, penggunaan pupuk untuk tanaman yang tidak sesuai prosedur dapat mengakibatkan beberapa dampak buruk bagi lingkungan. Penggunaan pupuk yang berlebih dapat mengganggu siklus daur biogeokimia nutrisi dan mineral alami, serta dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia dan ekologi.[23][24]

Pengelolaan lahan[sunting | sunting sumber]

Soil erosion
Kondisi tanah yang mengalami erosi

Erosi tanah dan sedimentasi[sunting | sunting sumber]

Sektor pertanian menjadi salah satu faktor terjadinya erosi tanah dan endapan sedimen melalui manajemen intensif atau tutupan lahan yang tidak efisien.[25] Diperkirakan bahwa degradasi lahan pertanian menyebabkan sekitar 6 juta hektar area (ha) lahan setiap tahunnya mengalami penurunan kualitas kesuburan dan tidak dapat dipulihkan.[26][27][28]

Akumulasi sedimen (sedimentasi) dalam air limpasan juga dapat mempengaruhi kualitas air. Sedimentasi dapat mengurangi kapasitas transportasi parit, aliran, sungai, dan saluran navigasi.[29] Sedimentasi juga dapat membatasi jumlah cahaya yang menembus air, yang dapat mempengaruhi biota air. Selain itu, air yang mengalami kekeruhan akibat adanya sedimentasi dapat mengganggu pola makan ikan, atau bahkan mempengaruhi dinamika populasi. Sedimentasi juga mempengaruhi transportasi dan akumulasi polutan, termasuk fosfor dan berbagai pestisida lain.[30][31]

Pengolahan tanah dan Nitro Oksida[sunting | sunting sumber]

Proses biogeokimia yang terjadi pada tanah dapat menghasilkan berbagai emisi gas rumah kaca, termasuk Nitro Oksida.[32] Terlebih lagi, praktik dalam manajemen pertanian juga dapat mempengaruhi tingkat emisi. Sebagai contoh, tingkat persiapan lahan juga telah terbukti dapat mempengaruhi emisi Nitro Oksida[33].[34][35]

Sumber biotik[sunting | sunting sumber]

Gas rumah kaca yang berasal dari limbah tinja[sunting | sunting sumber]

Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organizatio) PBB memperkirakan bahwa 18% gas rumah kaca antropogenik berasal dari sektor peternakan dunia. Laporan tersebut juga menyarankan bahwa emisi dari sektor peternakan lebih besar daripada emisi dari sektor transportasi.[1][36][37] Sektor peternakan dunia saat ini dipandang sebagai salah satu sumber penghasil emisi gas rumah kaca, namun perkiraan tersebut dianggap sebagai representasi yang keliru. Sementara di sisi lain, FAO menggunakan penilaian siklus hidup peternakan hewan (semua aspek termasuk emisi dari tanaman pakan, transportasi ke proses pemotongan, dan lain sebagainya), namun mereka tidak menerapkan penilaian tersebut untuk sektor transportasi.[38]

Biopestisida[sunting | sunting sumber]

Biopestisida merupakan pestisida yang berasal dari bahan alami (hewan, tumbuhan, mikroorganisme, atau mineral tertentu). Biopestisida digunakan sebagai alternatif dari pestisida tradisional. Penggunaan biopestisida dapat mengurangi polusi pertanian karena aman untuk digunakan selama dalam penggunaan yang tepat sasaran.[39] Selain itu, biopestisida biasanya tidak terlalu berpengaruh terhadap invertebrata atau vertebrata yang menguntungkan bagi tanaman, dan lebih mudah hilang setelah digunakan dibandingkan dengan pestisida biasa.[40][41]

Di Amerika Serikat, biopestisida diatur oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA). Mereka tidak memerlukan sebanyak mungkin data untuk mendaftarkan penggunaannya, karena biopestisida memiliki dampak yang tidak terlalu berbahaya untuk lingkungan dibanding pestisida lain. Terlebih, banyak penggunaan biopestisida diizinkan di bawah Program Organik Nasional (NOP), Kementerian Pertanian Amerika Serikat, dan standar untuk produksi tanaman organik.[22][42]

Dampak polusi pertanian[sunting | sunting sumber]

Gangguan kesehatan pada manusia[sunting | sunting sumber]

Polusi pertanian merupakan sumber utama penyebab terjadinya pencemaran air dan danau. Hal tersebut dikarenakan bahan-bahan kimia dari pupuk dan pestisida masuk ke air tanah. Pencemaran air tanah tersebut akan menyebabkan terjadinya pencemaran pada kualitas air, yang nantinya akan dijadikan air minum. Apabila air minum dikonsumsi secara terus-menerus, maka berpotensi membahayakan kesehatan.[43]

Polusi Udara[sunting | sunting sumber]

Polusi pertanian juga dapat memicu terjadinya polusi udara. Penggunaan mesin seperti traktor atau alat pemanen yang digunakan untuk mengolah, memanen, dan membantu aktivitas pertanian lainnya turut berkontribusi dalam menghasilkan gas rumah kaca. Gas rumah kaca seperti CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar mesin-mesin tersebut dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global.[44]

Solusi mengatasi polusi pertanian[sunting | sunting sumber]

Kesadaran petani[sunting | sunting sumber]

Para petani seringkali tidak menyadari apa yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem lingkungan sekitar. Oleh karena itu, mereka perlu diajari bahwa penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat berdampak buruk bagi lingkungan sekitar, hewan, dan bahkan manusia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi atau penyuluhan.[45][46]

Upaya petani dalam mengatasi polusi pertanian:

  • Menggunakan jumlah pestisida dan pupuk sesuai dengan prosedur yang tepat dan digunakan seperlunya sesuai kebutuhan.
  • Menanam tanaman penutup tanah untuk menutup lahan yang kosong, sehingga dapat mencegah terjadinya erosi tanah dan hilangnya saluran air.
  • Meningkatkan upaya yang lebih baik dalam mengelola kotoran hewan atau ternak, karena polutan tersebut merupakan salah satu sumber utama polusi pertanian.

Peraturan Pemerintah[sunting | sunting sumber]

Diperlukan peran pemerintah dalam mengatasi dan mencegah terjadinya polusi pertanian, salah satunya yaitu membuat dan menegakkan peraturan yang lebih ketat.[44]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b July 31; Lindwall, 2019 Courtney. "Industrial Agricultural Pollution 101". NRDC (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  2. ^ a b July 25, CBS News; 2014; Am, 7:16. "Lawn chemicals can stay in body for "years, even decades"". www.cbsnews.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  3. ^ "Wayback Machine" (PDF). web.archive.org. 2013-08-11. Archived from the original on 2013-08-11. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  4. ^ "Herbicide". ScienceDaily (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  5. ^ a b c "Soil contaminants | Soil Science Society of America". www.soils.org. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  6. ^ "Polluting our soils is polluting our future". Food and Agriculture Organization of the United Nations (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  7. ^ a b Aktar, Md. Wasim; Sengupta, Dwaipayan; Chowdhury, Ashim (2009-3). "Impact of pesticides use in agriculture: their benefits and hazards". Interdisciplinary Toxicology. 2 (1): 1–12. doi:10.2478/v10102-009-0001-7. ISSN 1337-6853. PMC 2984095alt=Dapat diakses gratis. PMID 21217838. 
  8. ^ Technology, International Environmental. "What is Soil Contamination? And Why Does It Happen?". Envirotech Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  9. ^ "Pesticides & Human Health | Californians for Pesticide Reform" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  10. ^ "What is in soil?". Science Learning Hub (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  11. ^ "Environmental Databases | Pesticides | US EPA". web.archive.org. 2014-07-04. Archived from the original on 2014-07-04. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  12. ^ "How long does it take for fertilizers, pesticides, herbicides and fungicides to break down in the soil or do these chemicals stay in the soil indefinitely?". GMO Answers (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  13. ^ Ashraf, Muhammad Aqeel; Maah, Mohd Jamil; Yusoff, Ismail (2014-03-26). "Soil Contamination, Risk Assessment and Remediation". Environmental Risk Assessment of Soil Contamination (dalam bahasa Inggris). doi:10.5772/57287. 
  14. ^ "Pollinators". www.fs.fed.us. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  15. ^ "About Pollinators". Pollinator.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  16. ^ a b "Less Toxic Insecticides--UC IPM". ipm.ucanr.edu. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  17. ^ "Pesticide Leaching & Runoff Management | UNL Water". water.unl.edu. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  18. ^ "The Problem of Leaching – Pesticide Environmental Stewardship" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  19. ^ "Environmental Fate of Pesticides". web.archive.org. 2015-12-25. Archived from the original on 2015-12-25. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  20. ^ Lindahl, Anna M. L.; Bockstaller, Christian (2012-12-01). "An indicator of pesticide leaching risk to groundwater". Ecological Indicators (dalam bahasa Inggris). 23: 95–108. doi:10.1016/j.ecolind.2012.03.014. ISSN 1470-160X. 
  21. ^ soilsmatter2011 (2015-03-18). "Why do farmers use fertilizers?". Soils Matter, Get the Scoop! (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  22. ^ a b US EPA, OECA (2015-08-11). "Agriculture Nutrient Management and Fertilizer". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  23. ^ "What are the adverse effects of fertilizer application on crop utilization?". ResearchGate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  24. ^ Lin, Weiwei; Lin, Manhong; Zhou, Hongyan; Wu, Hongmiao; Li, Zhaowei; Lin, Wenxiong (2019 Mei 28). "The effects of chemical and organic fertilizer usage on rhizosphere soil in tea orchards". PLOS ONE (dalam bahasa Inggris). 14 (5): e0217018. doi:10.1371/journal.pone.0217018. ISSN 1932-6203. 
  25. ^ Committee on Long-Range Soil and Water Conservation, National Research Council. 1993. Soil and Water Quality: An Agenda for Agriculture. National Academy Press: Washington, D.C.[halaman dibutuhkan]
  26. ^ Dudal, R. (1981). "An evaluation of conservation needs". Dalam Morgan, R. P. C. Soil Conservation, Problems and Prospects. Chichester, U.K.: Wiley. hlm. 3–12. 
  27. ^ "Soil Erosion: Introduction, Causes, Soil Conservation, Videos, Questions". Toppr-guides (dalam bahasa Inggris). 2018-02-22. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-30. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  28. ^ Lal, Rattan (2001-11-01). "Soil degradation by erosion". Land Degradation & Development. 12: 519–539. doi:10.1002/ldr.472. 
  29. ^ Schwarzacher, Walther, ed. (1975-01-01). Developments in Sedimentology. Sedimentation Models and Quantitative Stratigraphy (dalam bahasa Inggris). 19. Elsevier. hlm. 1–16. 
  30. ^ "Soil Erosion and Sedimentation". Huron River Watershed Council (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  31. ^ "Soil Erosion, Runoff, and Sedimentation" (PDF). www.dem.ri.gov. Diakses tanggal 02-08-2020. 
  32. ^ Freney, J.R. (1997-07-01). "Emission of nitrous oxide from soils used for agriculture". Nutrient Cycling in Agroecosystems (dalam bahasa Inggris). 49 (1): 1–6. doi:10.1023/A:1009702832489. ISSN 1573-0867. 
  33. ^ MacKenzie, A. F.; Fan, M. X.; Cadrin, F. (1998). "Nitrous Oxide Emission in Three Years as Affected by Tillage, Corn-Soybean-Alfalfa Rotations, and Nitrogen Fertilization". Journal of Environmental Quality (dalam bahasa Inggris). 27 (3): 698–703. doi:10.2134/jeq1998.00472425002700030029x. ISSN 1537-2537. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-25. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  34. ^ "Water pollution from agriculture:a global review" (PDF). www.fao.org. Diakses tanggal 02-08-2020. 
  35. ^ Khatri, Nitasha; Tyagi, Sanjiv (2015-01-02). "Influences of natural and anthropogenic factors on surface and groundwater quality in rural and urban areas". Frontiers in Life Science. 8 (1): 23–39. doi:10.1080/21553769.2014.933716. ISSN 2155-3769. 
  36. ^ Sejian, Veerasamy; Bhatta, Raghavendra; Malik, Pradeep Kumar; Madiajagan, Bagath; Al-Hosni, Yaqoub Ali Saif; Gaughan, Megan Sullivan and John B. (2016-03-30). "Livestock as Sources of Greenhouse Gases and Its Significance to Climate Change". Greenhouse Gases (dalam bahasa Inggris). doi:10.5772/62135. 
  37. ^ "livestock's long shadow" (PDF). www.fao.org. Diakses tanggal 02-08-2020. 
  38. ^ Pitesky, Maurice E.; Stackhouse, Kimberly R.; Mitloehner, Frank M. (2009-01-01). Sparks, Donald L., ed. Advances in Agronomy. Advances in Agronomy (dalam bahasa Inggris). 103. Academic Press. hlm. 1–40. doi:10.1016/s0065-2113(09)03001-6. 
  39. ^ Canada, Agriculture and Agri-Food Canada;Government of (2018-07-20). "Biopesticides". www.agr.gc.ca. Diakses tanggal 2020-08-05. 
  40. ^ Montesinos, Emilio (2003-12-01). "Development, registration and commercialization of microbial pesticides for plant protection". International Microbiology (dalam bahasa Inggris). 6 (4): 245–252. doi:10.1007/s10123-003-0144-x. ISSN 1618-1905. 
  41. ^ S, Adisoemarto; M, Amir; A, Rahayu; W, Anggraitoningsih; Y, Rahayuningsih (1976). "[Side effect of pesticides on non-target animal species (invertebrates)]. [Indonesian]" (dalam bahasa Indonesian). 
  42. ^ "Organic Regulations | Agricultural Marketing Service". www.ams.usda.gov. Diakses tanggal 2020-08-03. 
  43. ^ "Causes, Effects and Solutions of Groundwater Pollution". Conserve Energy Future (dalam bahasa Inggris). 2019-03-18. Diakses tanggal 2020-08-14. 
  44. ^ a b "Causes, Effects and Solutions of Agricultural Pollution on Our Environment". Conserve Energy Future (dalam bahasa Inggris). 2013-07-17. Diakses tanggal 2020-08-14. 
  45. ^ "Prevention of environmental pollution from agricultural activity: guidance - gov.scot". www.gov.scot. Diakses tanggal 2020-08-14. 
  46. ^ "Causes, Effects and Solutions for Agricultural Pollution". E&C (dalam bahasa Inggris). 2020-05-20. Diakses tanggal 2020-08-14.