Kepatuhan (perilaku manusia)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kepatuhan (perilaku manusia) adalah perubahan sikap dan tingkah laku seseorang untuk mengikuti perintah orang lain.[1] Tindakan dan perbuatan seseorang untuk mematuhi perintah orang lain, dengan penuh sadar dan sepenuh hati. Sikap tersebut menunjukkan rasa patuh dengan melakukan perintah orang lain. Kepatuhan berkaitan dengan kekuasaan yang mengharuskan seseorang melakukan sesuatu.[1]

Menurut Papalia dan Feldman, kepatuhan adalah sikap individu untuk mengikuti perintah. Sedangkan menurut Borden dan Horowitz, kepatuhan adalah proses akibat pengaruh sosial sehingga individu mengubah perilakunya ketika menghadapi perintah yang berwenang. Menurut Blass, kepatuhan adalah sikap ketaatan individu untuk mencapai, menerima perintah, dan melakukan perintah yang telah ditetapkan.[1][2]

Penelitian terhadap kepatuhan[sunting | sunting sumber]

Pada artikel dari Universitas Yale berjudul Studi Perilaku Kepatuhan ditulis Stanley Milgram. Adapun percobaan yang menjelaskan tingkat kepatuhan yang diamati pada situasi tertentu. Pertama, eksperimen disponsori oleh institusi dengan reputasi yang baik dan bereputasi, yaitu Universitas Yale. Eksperimen yang dilakukan dengan persiapan yang matang untuk peningkatan ilmu pengetahuan. Individu tersebut sukarela ketika melakukan percobaan, dan menganggap dirinya berada di bawah kewajiban untuk membantu eksperimen. Dapat diamati Ketaatan terjadi bukan karena ada tujuan tersendiri, melainkan ditafsirkan subjek sebagai sesuatu bermakna. Intinya artikel tersebut menjelaskan prosedur untuk mempelajari kepatuhan destruktif di laboratorium. Untuk mengelola hukuman yang diberikan kepada korban dalam rangka pembelajaran. Dengan catatan setiap individu yang terlibat melakukan dengan sukarela.[2]

Milgram menjelaskan bahwa individu dapat melakukan tindakan yang berbahaya. Dimana mereka mengizinkan figur otoritas untuk bertanggung jawab atas tindakan sendiri.[3]

Faktor[sunting | sunting sumber]

Adapun menurut Toha (2015), terdapat tiga faktor utama yang juga dipercaya mempengaruhi kepatuhan individu, yaitu pertama kepribadian, merupakan faktor internal seseorang yang berperan kuat mempengaruhi intensitas kepatuhan, ketika berhadapan dengan situasi yang lemah dan pilihan yang tidak jelas. Intinya kepribadian dipengaruhi nilai-nilai dari panutan seseorang. Kedua, Lingkungan, nilai yang bertumbuh di lingkungan mempengaruhi proses internalisasi yang dilakukan. Lingkungan yang kondusif membuat individu belajar arti dari aturan. Kemudian, individu tersebut menginternalisasi dalam dirinya yang diperlihatkan melalui perilaku. Ketiga, kepercayaan, sikap ini mempengaruhi pengambilan keputusan. Karena termasuk dari peraturan yang didoktrin oleh kepercayaan yang dianut.[1]

Terdapat empat faktor yang dianggap dapat mempengaruhi kepatuhan inividu, menurut Soekanto (1992), yaitu sebagai berikut:

Indoctrination.

Melalui proses sosialisasi Sejak kecil manusia dididik untuk mengetahui dan mematuhi kaidah-kaidah tersebut.

Habituation.

Proses sosialisasi telah dialami sejak kecil, kemudian mejadi suatu kebiasaan mematuhi kaidah-kaidah yang ada.

Utility

Diperlukan suatu patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut, yang disebut kaidah. Sehingga factor yang menyebabkan orang taat pada kaidah adalah fungsi kaidah tersebut.

Groub Identification.

Kepatuhan merupakan sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok.

Seseorang dapat dikatakan patuh kepada orang lain apabila memiliki tiga dimensi kepatuhan yang terkait dengan sikap dan tingkah.[1]

Aspek-aspek[sunting | sunting sumber]

Menurut Hartono (2006), dimensi atau aspek-aspek yang terkandung dalam kepatuhan sebagai berikut. Pertama, Mempercayai, terjadi apabila individu percaya tujuan penting dari peraturan, karena inidvidu tersebut percaya diperlakukan adil. Kedua, menerima, individu yang mematuhi dengan tulus perintah yang telah dipercayainya. Hal ini berkaitan dengan sikap individu. Ketika, melakukan, taat pada peraturan dengan sepenuh hati dalam keadaan sadar. Maka seseorang dapat dikatakan memenuhi aspek-aspek dari kepatuhan. Menurut Umami (2010), indikator kepatuhan dalam bentuk perilaku terjadi jika perintah dilegitimasi dalam konteks norma dan nilai-nilai kelompok. Yaitu konfirmasi dan penerimaan. Pertama, Konfirmasi (conformity). Suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Sedangkan, Penerimaan adalah kencenderungan individu ingin dipengaruhi oleh persuasive dari orang yang berpengetahuan yang berpengetahuan luas atau orang yang dikagumi. Tindakan yang dilakukan dengan sepenuh hati.[1] Kepatuhan dipengaruhi lingkungan seperti keluarga dan teman sebaya. Perilaku tersebut bertujuan untuk mencocokkan dengan lingkungan tempat tinggal. Kepatuhan dipahami sebagai moral. Terbukti manusia patuh di hadapan figur otoritas yang dianggap sah.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f Riadi, Muchlisin (29 Mei 2021). "Kepatuhan (Obedience) - Pengertian, Aspek, Indikator dan Faktor yang Mempengaruhi". KAJIANPUSTAKA.COM. Diakses tanggal 4 Juni 2022. 
  2. ^ a b MILGRAM, STANLEY (1963). "BEHAVIORAL STUDY OF OBEDIENCE" (PDF). library.nhsggc. Diakses tanggal 4 Juni 2022. 
  3. ^ "Milgram Experiment | Simply Psychology". www.simplypsychology.org. Diakses tanggal 2022-06-15. 
  4. ^ Milgram, S (1963). "Behavioral study of obedience". Journal of Abnormal and Social. 67 (4): 371–378.