Keguguran dan gangguan jiwa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ilustrasi Kesehatan Mental

Keguguran adalah kehilangan janin sebelum usia kehamilan yang dianggap dapat bertahan hidup di luar rahim, yaitu sekitar 20 minggu kehamilan. Keguguran dapat menjadi pengalaman yang sangat emosional dan menyakitkan bagi pasangan yang mengalaminya. Gangguan jiwa, seperti depresi dan kecemasan, sering kali dapat terjadi sebagai reaksi terhadap keguguran. Keguguran yang dialami oleh wanita akan berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental.[1] Rasa bersalah dan perasaan kehilangan menjadi faktor.

Jenis[sunting | sunting sumber]

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai hubungan antara keguguran dan gangguan jiwa:

  • Depresi Pasca Keguguran: keguguran sering kali menyebabkan perasaan duka yang mendalam dan perasaan kehilangan yang kuat. Pasangan yang mengalami keguguran mungkin mengalami depresi pasca keguguran, yang ditandai oleh perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, perasaan tidak berharga, dan pikiran yang berulang tentang keguguran.
  • Kecemasan Pasca Keguguran: selain depresi, keguguran juga dapat menyebabkan kecemasan yang signifikan. Pasangan yang mengalami keguguran mungkin merasa khawatir tentang keselamatan kehamilan masa depan, memiliki kecemasan yang berlebihan tentang kehamilan berikutnya, atau mengalami ketakutan yang berlebihan tentang kemungkinan keguguran lagi.
  • Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD) Pasca Keguguran: beberapa pasangan yang mengalami keguguran juga dapat mengembangkan gangguan stres pasca trauma (PTSD) pasca keguguran. PTSD pasca keguguran dapat terjadi jika pasangan mengalami peristiwa keguguran sebagai trauma psikologis yang mengganggu dan mengubah cara mereka melihat diri mereka sendiri, pasangan mereka, atau dunia di sekitar mereka.
  • Dukungan Psikologis: penting bagi pasangan yang mengalami keguguran untuk mendapatkan dukungan psikologis yang tepat. Ini bisa termasuk terapi kognitif perilaku (CBT), konseling perkawinan, atau dukungan kelompok yang dipimpin oleh para profesional kesehatan mental yang berpengalaman dalam menangani trauma keguguran.
  • Perawatan Medis: selain dukungan psikologis, beberapa pasangan mungkin membutuhkan perawatan medis untuk membantu mengelola gejala depresi atau kecemasan mereka. Ini bisa termasuk terapi obat, terapi hormon, atau terapi penggantian hormon jika keguguran disebabkan oleh masalah hormonal.

Konsekuensi dan dampak psikologis[sunting | sunting sumber]

Keguguran dapat menjadi pengalaman yang sangat menyakitkan dan membingungkan bagi banyak pasangan, dan penting untuk diingat bahwa perasaan yang mereka alami adalah valid dan bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Yang terpenting, pasangan yang mengalami keguguran harus memberi diri mereka waktu dan izin untuk berduka dan mencari dukungan yang mereka butuhkan untuk memulihkan kesehatan mental mereka.

Menurut data kesehatan yang disampaikan oleh U.S. National Institute for Health and Care Research, hampir satu dari tiga ibu yang mengalami keguguran mengalami PTSD.[2] Gejala yang paling umum terjadi dalam kasus ini adalah kecemasan dan depresi. Meskipun kehilangan akibat kehamilan dini adalah kejadian yang sering terjadi, sering kali konsekuensi dan dampak psikologisnya diabaikan. Jarang sekali ibu yang mengalami keguguran memeriksakan diri ke psikolog, padahal perlunya perawatan khusus untuk memulihkan kesehatan mental mereka.

Penting untuk menyadari bahwa perubahan hormon juga berperan dalam suasana hati setelah keguguran. Keguguran adalah pengalaman yang mempengaruhi emosi, namun, perubahan hormonal juga turut berperan dalam perubahan suasana hati setelahnya. Dibutuhkan beberapa minggu agar hormon kembali stabil setelah keguguran, dan proses ini dapat mempengaruhi suasana hati seorang ibu.[2]

Mengatasi dampak emosional setelah keguguran[sunting | sunting sumber]

Mengatasi dampak emosional setelah keguguran memerlukan pemahaman akan perasaan yang dialami serta langkah-langkah yang efektif dalam mengelola stres, trauma, dan rasa kehilangan yang mungkin terjadi. Dalam menghadapi tantangan ini, konseling profesional, dukungan keluarga dan teman, serta pemahaman akan kondisi psikologis seperti gangguan stres pascatrauma (PTSD) dapat menjadi langkah awal yang penting dalam proses pemulihan.[3]

  • Konseling Profesional: Langkah awal yang bisa diambil adalah berkonsultasi dengan dokter spesialis psikiatri atau psikolog. Mereka dapat memberikan dukungan emosional serta memberikan panduan dan saran untuk mengelola stres dan trauma yang mungkin dialami.
  • Dukungan Keluarga dan Teman: Mencari dukungan dari keluarga dan teman terdekat juga merupakan hal penting dalam proses pemulihan. Bicarakan perasaan Anda dengan orang-orang yang Anda percayai dan yang mungkin telah mengalami pengalaman serupa, sehingga Anda dapat merasa didengar dan didukung.
  • Evaluasi Trauma Jangka Panjang: Jika gejala stres atau trauma pasca keguguran berlangsung lebih dari 2 bulan, disarankan untuk melakukan evaluasi lebih lanjut untuk gangguan stres pascatrauma (PTSD). Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 25% dari mereka yang mengalami keguguran berisiko mengalami PTSD setelah satu bulan.
  • Bantuan Psikiatri: Jika diagnosis PTSD terkonfirmasi, penting untuk meminta bantuan dari psikiater, yaitu dokter yang ahli dalam penanganan gangguan kejiwaan. Penanganan masalah kesehatan mental sama pentingnya dengan masalah kesehatan fisik, dan tidak ada alasan untuk merasa malu dalam mencari bantuan profesional.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Halodoc, Redaksi. "5 Dampak Keguguran pada Mental yang Harus Ditangani". halodoc. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  2. ^ a b Halodoc, Redaksi. "Begini Dampak Keguguran pada Mental yang Harus Ditangani". halodoc. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  3. ^ "Stress Akibat Keguguran Bisa Berbahaya Jika Tidak Diatasi". Hello Sehat. 2017-06-30. Diakses tanggal 2024-05-04.