Aruh Baharin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Aruh Baharin
JenisRitual syukuran dan pesta perayaan hasil panen dalam agama Kaharingan
LokasiDesa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan
Tahun aktifDulu - Sekarang
PesertaUmat beragama Kaharingan dan Buddha
 • Suku Dayak Meratus
 • Suku Dayak Halong
 • Suku Dayak Pitap
 • Suku Dayak Maanyan
HadirinMasyarakat setempat
Badan pelindung
  • Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan (MUKK)
  • Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI)
  • Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan (MDA-HK)
  • Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBA-HK)
TokohBalian

Aruh Baharin adalah upacara adat serta keagamaan Kaharingan yang digelar oleh masyarakat Suku Dayak Meratus dan Suku Dayak Halong di Kalimantan Selatan yang dilaksanakan saat musim panen padi ladang (Pahumaan) telah usai.[1] Dalam tradisi mereka, beras hasil panen (baras hanyar) belum boleh dimakan sebelum menggelar upacara Aruh Baharin.[1] Biasanya, upacara adat ini dipusatkan di Balai Adat Agama Kaharingan atau di tempat-tempat khusus yang sengaja dibuat untuk keperluan ritual keagamaan dan adat.[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Secara historis, Aruh Baharin adalah upacara adat masyarakat Suku Dayak Dusun Halong yang menganut agama Kaharingan (agama Suku Dayak) untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas penganugerahan hasil panen padi ladang yang melimpah, dan sekaligus penghormatan terhadap arwah para leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari malapetaka.[2] Dalam perkembangan selanjutnya, upacara adat ini juga digunakan untuk merayakan keberhasilan usaha lainnya, seperti berdagang, beternak, melaut, dan lain sebagainya.[1] Begitu juga pelaksanaanya, tidak hanya pemeluk agama Kaharingan, tapi juga pemeluk dari berbagai agama yang terdapat di desa tersebut.[1]

Biasanya, upacara adat Aruh Baharin dilaksanakan secara bergiliran oleh tiga kelompok masyarakat adat Dayak yang mendiami Desa Kapul.[1] Masing-masing kelompok masyarakat adat tersebut membawahi sekitar 25 sampai 30 kepala keluarga.[3] Pada saat ini, pelaksanaan Aruh Baharin tidak lagi setiap tahun atau sehabis musim panen padi ladang, tapi tiga tahun sekali atau lima tahun sekali.[1] Hal ini disebabkan biaya untuk pelaksanaannya terbilang mahal karena harus menyembelih beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam.[1]

Tahapan upacara[sunting | sunting sumber]

Pelaksanaan upacara adat yang digelar selama tujuh hari tujuh malam ini memiliki tiga tahapan.[4] Pertama, tahapan persiapan. Pada tahapan ini, kaum laki-laki dan perempuan berbagi tugas.[4] Kaum laki-laki bertugas membuat dan menghias tempat pemujaan, mencari kayu bakar, dan memasak nasi.[4] Sedangkan kaum perempuan bertugas membersihkan beras, membuat ketupat, memasak lemang, dan memasak sayur untuk keperluan upacara.[4]

Tahapan kedua adalah pemanggilan arwah leluhur.[4] Tujuannya agar para amah leluhur ikut menghadiri dan merestui upacara adat Aruh Baharin.[4] Untuk memanggil arwah para leluhur, digelar beberapa ritual yang dipimpin oleh para balian (pemuka adat Suku Dayak) yang dimulai pada malam ketiga hingga malam keenam.[4] Ritual-ritual tersebut antara lain, pertama, ritual Balai Tumarang.[4] Ritual ini bertujuan memanggil para arwah yang pemah berkuasa di daerah tersebut, termasuk arwah raja-raja dari Pulau Jawa. Kedua, ritual Sampan Dulang atau ritual Kelong.[4] Ritual ini bertujuan memanggil arwah Balian Jaya atau Nini Uri, yang dipercayai sebagai leluhur orang Dayak. Ketiga, ritual Hyang Lembang.[4] Tujuannya adalah memanggil arwah raja-raja dari Kesultanan Banjar pada masa lampau.[4] Keempat, ritual Dewata Ritual ini menggambarkan keberhasilan Datu Mangku Raksa Jaya menembus alam dewa dengan cara bertapa.[5] Kelima, ritual Hyang Dusun. Ritual ini mengisahkan raja-raja Dayak yang mampu menguasai sembilan benua atau sembilan pulau.[4]

Tahapan ketiga adalah puncak upacara adat aruh baharin.[4] Puncak upacara ditandai dengan penyembelihan beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam yang dipimpin oleh para balian.[6] Sebagian dari daging hewan tersebut dimasak untuk dimakan bersama-sama dan sebagiannya lagi untuk sesaji.[4] Sebelum dilakukan pemberkatan oleh para balian dan kemudian dilarungkan ke sungai Balangan, sesaji tersebut terlebih dahulu diludahi oleh anggota masyarakat adat yang menjadi penyelenggara upacara.[4] Dalam upacara ini, meludahi sesaji sebagai simbol agar dijauhkan dari malapetaka.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h aruh baharin Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine. diakses 17 Maret 2015
  2. ^ aruh baharin diakses 17 Maret 2015
  3. ^ warga daya halong gelar aruh baharin diakses 17 Maret 2015
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p upacara adat aruh baharin Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine. diakses 17 Maret 2015
  5. ^ upacara adat di kalimantan selatan diakses 17 Maret 2015
  6. ^ sekilas adat gelar aruh baharin Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine. diakses 17 Maret 2015

Pranala luar[sunting | sunting sumber]