Api dalam Al-Qur'an

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Api dalam Al-Qur'an dijadikan oleh Allah sebagai salah satu bentuk perumpamaan. Dua jenis keimanan dalam Islam yang diumpamakan dengan api ialah keimanan orang-orang yang beriman dan keimanan orang-orang munafik. Kisah tentang api juga menjadi awal pewahyuan Musa dalam Al-Qur'an sebagai rasul Allah.

Perumpamaan[sunting | sunting sumber]

Perumpamaan bagi orang-orang yang beriman[sunting | sunting sumber]

Di dalam Al-Qur'an, Allah menjadikan api sebagai salah satu bentuk perumpamaan bagi keimanan. Perumpamaan ini dikaitkan dengan sifat cahaya dan penerangan yang dimiliki oleh api.[1]  Api diumpamakan sebagai sesuatu yang dapat melebur logam hingga hilang bagian karat dari logam tersebut. Karat merupakan kotoran pada logam yang dapat dihilangkan oleh api untuk jenis logam apapun. Logam yang dilebur di dalam api hanya akan menyisakan bagian yang bermanfaat dari logam tersebut. Perumpamaan peleburan logam di dalam api ditujukan bagi orang-orang beriman yang telah menghilangkan syahwat yang tidak berguna bagi perasaannya.[2]

Perumpamaan bagi orang-orang munafik[sunting | sunting sumber]

Salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang menyebutkan perumpamaan mengenai orang yang menyalakan api ialah Surah Al-Baqarah ayat ke-17. Konteks ayat ini selesai pada ayat ke-18.[3] Perumpamaan ini memiliki dua penafsiran di kalangan ahli tafsir. Penafsiran pertama menjelaskan bahwa seseorang memiliki keinginan untuk menjadi seperti orang yang menyalakan api. Salah satu yang mengikuti pendapat ini ialah Al-Akhfasy. Penafsiran kedua mengemukakan bahwa maknanya adalah keinginan agar orang lain memberi penerangan dengan menyalakan api. Pendapat ini didasarkan oleh asal kata api (an-nar) yaitu dari kata cahaya (an-nur).[4]

Perumpamaan pada beberapa ayat ini ditujukan bagi orang-orang munafik.[5] Penyalaan api diartikan sebagai penerimaan manfaat bagi orang-orang munafik atas keyakinan mereka terhadap ajaran Islam. Namun manfaat yang diterimanya hanya manfaat yang bersifat material. Sementara sisi spritual orang-orang munafik tidak menerima manfaat dari cahaya yang terdapat pada api.[6]

Pewahyuan[sunting | sunting sumber]

Surah Ta Ha ayat 19–13 mengisahkan sebuah tempat penyalaan api bernama Thuwa yang terletak di kaki Bukit Tursina. Ayat-ayat ini mengisahkan awal pewahyuan dari Allah kepada Musa sebagai rasul melalui seruan.[7]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Nuraini 2017, hlm. 3-4.
  2. ^ Nuraini 2017, hlm. 37-38.
  3. ^ Asy-Syawadifi 2020, hlm. 20.
  4. ^ Asy-Syawadifi 2020, hlm. 21.
  5. ^ Nuraini 2017, hlm. 33.
  6. ^ Nuraini 2017, hlm. 35.
  7. ^ Yasir, M., dan Jamaruddin, A. (Juni 2016). Arni, Jani, ed. Studi Al-Qur’an (PDF). Pekanbaru: Asa Riau. hlm. 44–45. ISBN 978-602-6302-05-2. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]