Titik nyala

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Koktail terbakar dengan titik nyala lebih rendah dari suhu ruangan.

Titik nyala dari bahan yang mudah menguap adalah suhu terendah saat dia dapat menguap untuk membentuk campuran yang bisa menyulut api di udara. Mengukur titik nyala membutuhkan sumber pengapian. Pada titik nyala, uap dapat berhenti untuk membakar ketika sumber pengapian padam.

Titik nyala jangan dikelirukan dengan suhu swasulut, yang tidak memerlukan sumber pengapian, atau titik api, suhu pada saat uap terus membakar setelah dinyalakan. Baik titik nyala maupun titik api tergantung pada suhu sumber pengapian yang jauh lebih tinggi.

Titik nyala sering kali digunakan sebagai karakteristik deskriptif dari bahan bakar cair, dan juga digunakan untuk membantu mencirikan bahaya kebakaran cairan. "Titik nyala" mengacu antara cairan yang mudah menyala dan cairan mudah terbakar. Ada berbagai standar untuk mendefinisikan setiap istilah. Cairan dengan titik nyala kurang dari 60,5 atau 37,8 °C (140,9 atau 100,0 °F) — tergantung pada standar yang diterapkan — dianggap mudah menyala, sementara cairan dengan titik nyala di atas suhu tersebut dianggap mudah terbakar

Contoh[sunting | sunting sumber]

Bahan
bakar
Titik
nyala
Suhu
swasulut
Etanol (70%) 166 °C (331 °F)[1] 363 °C (685 °F)[1]
Bensin −43 °C (−45 °F)[2] 280 °C (536 °F)[3]
Diesel (2-D) >52 °C (126 °F)[2] 256 °C (493 °F)[3]
Bahan bakar jet (A/A-1) >38 °C (100 °F) 210 °C (410 °F)
Kerosin >38–72 °C (100–162 °F) 220 °C (428 °F)
Minyak sayur (canola) 327 °C (621 °F) 424 °C (795 °F)
Biodiesel >130 °C (266 °F)

Bensin (petrol) merupakan bahan bakar yang digunakan dalam mesin penyalaan percik. Bahan bakar ini dicampur dengan udara dalam batas dapat terbakar dan dipanaskan di atas titik nyala, kemudian disulut dengan spark plug. Untuk menyulut, bahan bakar harus memiliki titik nyala yang rendah, tetapi untuk menghindari terjadinya preignition yang disebabkan oleh panas residual dalam kamar combustion panas, bahan bakar harus mempunyai suhu swasulut yang tinggi.

Titik nyala bahan bakar diesel bervariasi antara  52 dan 96 °C (126 dan 205 °F). Diesel cocok digunakan dalam suatu compression-ignition engine. Udara dikompresi sampai dipanasi di atas suhu swasulut bahan bakar, yang kemudian diinjeksi dalam bentuk semprotan bertekanan tinggi, menjaga campuran bahan bakar dan udara dalam batas dapat terbakar. Dalam mesin berbahan bakar diesel, tidak ada sumber penyalaan (seperti spark plugs pada mesin berbahan bakar bensin). Dengan demikian, bahan bakar diesel harus mempunyai titik nyala tinggi dan suhu swasulut yang rendah.

Titik nyala bahan bakar jet juga bervariasi menurut komposisi bahan bakar. Baik Jet A dan Jet A-1 mempunyai titik nyala antara 38 dan 66 °C (100 dan 151 °F), dekat dengan kerosene yang dapat dibeli di toko. Namun baik Jet B dan JP-4 mempunyai titik nyala antara −23 dan −1 °C (−9 dan 30 °F).

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b "Ethanol MSDS" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-06-17. Diakses tanggal January 4, 2014. 
  2. ^ a b "Flash Point—Fuels". Diakses tanggal January 4, 2014. 
  3. ^ a b "Fuels and Chemicals—Autoignition Temperatures". Diakses tanggal January 4, 2014.