Vitamin D

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kalsiferol)
Kolekalsiferol (D3)
Ergokalsiferol (D2)
Vitamin D4 atau 22-dihidroergokalsiferol
Vitamin D5 atau sitokalsiferol

Vitamin D adalah kelompok vitamin yang larut dalam lemak prohormon.[1] Vitamin D dikenal juga dengan nama kalsiferol.[2] Penamaan ini berdasarkan International Union of Pure and Applied Chemist (IUPAC).[3] Di dalam tubuh, vitamin D berperan dalam pembentukan struktur tulang dan gigi yang baik,[4][5] meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengatasi depresi, dan mencegah kanker.[6] Vitamin D3 banyak ditemukan pada salmon, tuna, makarel, kuning telur, keju, dan susu. Sedangkan vitamin D2 banyak terkandung dalam berbagai jenis jamur dan produk susu yang terfortifikasi.[7][8]

Vitamin D didapatkan dari makanan atau suplemen dan sintesis provitamin D menjadi vitamin D dengan bantuan sinar matahari yang berlangsung di kulit. Senyawa 7-dehidrokolesterol akan diubah menjadi previtamin D3 lalu menjadi vitamin D3. Vitamin D3 yang masuk ke sirkulasi akan berikatan dengan protein pengikat vitamin D. Setelah itu, vitamin D3 mengalami hidroksilasi di dalam hati dan ginjal, lalu masuk ke dalam sel untuk berikatan dengan reseptor vitamin D. Ikatan ini akan masuk ke dalam nukleus untuk mengingkatkan transkripsi gen yang berhubungan dengan vitamin D.[9]

Defisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh kurangnya paparan sinar matahari, malabsorbsi pada usus, konsumsi obat-obatan yang menyebabkan degradasi vitamin D, dan gangguan ginjal.[10][11]

Defisiensi vitamin D menyebabkan seseorang mengalami nyeri otot, mudah lelah, nyeri tulang, kelemahan otot, rambut rontok, dan perubahan suasana hati.[12] Kekurangan vitamin D kronis pada anak menyebabkan rakitis dan pada orang dewasa menyebabkan osteomalasia atau osteoporosis.[13][14]

Penatalaksanaan defisiensi vitamin D adalah dengan memberikan suplemen vitamin D terutama D3. Dosis pemberiannya tergantung kepada usia dan hasil pemeriksaan kadar 25-hidroksivitamin D.[15]

Bentuk-bentuk vitamin D[sunting | sunting sumber]

Vitamin ini sendiri merupakan turunan dari molekul steroid yang merupakan salah satu turunan dari kolesterol.[16] Terdapat dua bentuk aktif dari vitamin ini, yaitu vitamin D2 (erkalsitriol) dan vitamin D3(kalsitriol). Aktivasi vitamin D dilakukan oleh hormon paratiroid.[3] Vitamin D2 atau dikenal juga dengan nama ergokalsiferol (bentuk tidak aktif) ini berasal dari turunan senyawa kolesterol yang banyak ditemukan pada ragi dan tanaman.[16] Vitamin D3 (kolekalsiferol) sendiri berasal dari turunan senyawa 7-dehidrokolesterol (bentuk tidak aktif).[3] Golongan vitamin inilah yang paling banyak ditemukan pada kulit manusia.[3] Pada ginjal, vitamin D dikonversi menjadi bentuk aktif yang disebut 1,25-dihydroxycholecalciferol.[17]

Adolf Windaus adalah orang yang menemukan tiga bentuk vitamin D. Namun, istilah vitamin D1 tidak lagi digunakan karena merupakan campuran komponen ergokalsiferol dan lumisterol.[18]

Vitamin D4 adalah komponen yang didapatkan saat menganalisis vitamin D2 pada jamur melalui pemeriksaan HPLC-UV (High Performance Liquid Chromatography-Ultraviolet) atau kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor ultraviolet. Vitamin D4 dapat ditemukan di dalam jamur liar yang terpapar sinar ultraviolet.[19]

Nama Komposisi kimia Struktur
Vitamin D1[20] Campuran komponen molekul ergokalsiferol dan lumisterol, 1:1
Vitamin D2[21] ergokalsiferol (terbentuk dari ergosterol) Note double bond at top center.
Vitamin D3[22] kolekalsiferol

(terbentuk dari 7-dehidrokolesterol di kulit).

Vitamin D4[23] 22-dihidroergokalsiferol
Vitamin D5[24] sitokalsiferol

(terbentuk dari 7-dehidrositosterol)

Peranan di dalam tubuh[sunting | sunting sumber]

Di dalam tubuh, vitamin D dapat membentuk struktur tulang dan gigi yang kuat. Vitamin D meningkatkan absorbsi kalsium di saluran pencernaan.[2] Selain itu, vitamin D juga dapat memperkuat sistem kekebalan dan mencegah berbagai jenis kanker.[3] Apabila terjadi defisiensi vitamin D, tubuh akan mengalami berbagai gangguan penyakit, antara lain osteoporosis, osteopenia, diabetes, hipertensi, dan berbagai penyakit jantung,[16][2] kanker payudara,[25] dan kanker endometrium.[26]

Molekul aktif dari vitamin D, yaitu kalsitriol, merupakan pemeran utama dalam metabolisme absorpsi kalsium ke dalam tulang, fungsi otot, sekaligus sebagai immunomodulator yang berpengaruh terhadap sistem kekebalan[27] untuk melawan beberapa penyakit, termasuk diabetes dan kanker.[28]

Di dalam tubuh, vitamin D diserap di usus dengan bantuan senyawa garam empedu.[3] Setelah diserap, vitamin ini kemudian akan disimpan di jaringan lemak (adiposa) dalam bentuk yang tidak aktif.[3]

Produksi vitamin D[sunting | sunting sumber]

Vitamin D merupakan satu-satunya jenis vitamin yang diproduksi tubuh.[3] Vitamin D dihasilkan lewat dua jalur yaitu melalui asupan makanan atau suplemen dan melalui jalur biosintesis provitamin D menjadi vitamin D dengan bantuan sinar matahari di kulit. Kedua jalur ini saling berhubungan karena jalur biosintesis di kulit dapat berlangsung jika terdapat bahan baku provitamin D yang diperoleh dari makanan.[29][30]

Diagram sintesis vitamin D

Saat terpapar cahaya matahari, senyawa prekursor 7-dehidrokolesterol akan diubah menjadi senyawa kolekalsiferol.[3] Sinar ultraviolet B (UVB) dengan panjang gelombang 290-315 nm akan mengubah 7-dehidrokolesterol menjadi previtamin D3 lalu menjadi vitamin D3 setelah reaksi isomerisasi yang diinduksi oleh panas. Proses ini terjadi di lapisan kulit. Vitamin D3 kemudian akan masuk ke sirkulasi melalui ikatan dengan protein pengikat vitamin D atau vitamin D binding protein (DBP). Untuk bisa aktif, vitamin D membutuhkan 2 sekuens hidroksilasi agar terbentuk 1,25-dihidroksivitamin D atau 1,25[OH]2D dan 24,25 hidroksikolekalsiferol atau 24,25(OH)2D3.[31][32]

Hidroksilasi vitamin D yang pertama dilakukan oleh enzim vitamin D 25-hidroksilase mitokondria dan atau mikrosom hati. Hidroksilasi yang kedua terjadi di ginjal dan dilakukan enzim P450 25-hidroksivitamin D-1 alfa-hidroksilase. Selain itu, di ginjal juga terjadi proses naktivasi katabolisme dilakukan oleh enzim 24-hidroksilase yang akan mengubah 25-dihidroksivitamin D menjadi 24,25 hidroksikalsiferol. Setelah masuk ke sel, hormon 1,25[OH]2D berikatan dengan reseptor vitamin D atau vitamin D receptor (VDR). Ikatan ini akan membentuk heterodimer dengan reseptor X asam retinoat atau retinoic acid X receptor (RXR). Heterodimer kemudian akan memasuki nukleus untuk bisa berikatan dengan asam deoksiribonukleat (DNA) dan meningkatkan transkripsi gen yang berhubungan dengan vitamin D.[31][33]

Lapisan epidermis kulit tempat sintesis vitamin D, produksi vitamin D yang paling besar terjadi di stratum basalis (warna merah) dan stratum spinosum (berwarna cokelat muda)

Bahan baku untuk pembentukan vitamin D yang berbentuk 7-dehidrokolesterol disimpan di stratum spinosum dan stratum basalis kulit. Sinar ultraviolet B akan menyebabkan terjadinya proses fotolisis sehingga terbentuk provitamin D3 yang akan diubah menjadi vitamin D3. Jika tubuh terpapar sinar matahari berlebih, 7-dehidrokolesterol tidak akan mengalami proses fotolisis menjadi vitamin D3 melainkan setelah menjadi previtamin D3 akan diubah menjadi tachysterol dan lumisterol melalui proses isomerisasi. Proses ini terjadi dua arah, saat tubuh kekurangan previtamin D3, tachysterol dan lumisterol akan diubah menjadi previtamin D3. Hal inilah yang menyebabkan jarang terjadi kelebihan vitamin D3 akibat paparan sinar matahari yang berlebih.[29]

Sumber[sunting | sunting sumber]

Vitamin D dapat diperoleh bukan hanya dari makanan, tetapi juga dari sinar matahari. Sinar matahari yang dibutuhkan oleh tubuh adalah ultraviolet B atau UVB dengan panjang gelombang 290-315 nm. Radiasi UVB tidak dapat menembus kaca sehingga tidak bisa menghasilkan vitamin bagi mereka yang ada di dalam ruangan. Kemampuan UVB menghasilkan vitamin juga dipengaruhi oleh musim, lamanya waktu siang dalam sehari, waktu paparan, keberadaan kabut, asap, kadar melanin kulit, dan penggunaan tabir surya.[34][35]

Agarus bisporus atau jamur kancing sebagai sumber vitamin D2 yang tertinggi

Sumber makanan yang mengandung vitamin D2 adalah jamur kancing, susu kedelai terfortifikasi, jamur morchella, susu almon terfortifikasi, susu beras terfortifikasi, jamur shitake, jamur tiram, dan jamur kancing putih. Sedangkan yang mengandung vitamin D3 adalah ikan salmon, ikan trout pelangi, ikan haring, sarden kaleng, susu, ikan tilapia, susu rendah lemak, sari buah jeruk terfortifikasi, iga babi, dan tuna kalengan.[36][37]

Makanan yang mengandung vitamin D
Makanan tinggi vitamin D[36]
Nama Makanan Kandungan vitamin D per sajian Kandungan vitamin D per 100 gram Kandungan vitamin D per 200 kalori
Ikan salmon sockeye (salmon merah) 28,4 μg per 6 ons filet 16,7 μg 21,4 μg
Jamur kancing yang terekspos sinar matahari 27,8 μg per cangkir 31,9 μg 290 μg
Susu fortifikasi 6,3 μg per 16 ons 1,3μg 4,3 μg
Susu kedelai fortifikasi 5,8 μg per 16 ons 1,2 μg 7,3 μg
Tahu fortifikasi 5,7 μg per cangkir 2,5 μg 5,4 μg
Yoghurt fortifikasi 3,2 μg per cangkir 1,3 μg 2,5 μg
Serealia fortifikasi 2,5 μg per 3/4 cangkir 8,3 μg 5,2 μg
Sari buah jeruk fortifikasi 2,5 μg per cangkir 1 μg 4,3 μg
Daging babi potong 2,1 μg per potong 1 μg 0,8 μg
Telur 1,1 μg per butir telur ukuran besar 2,2 μg 2,8 μg

Defisiensi[sunting | sunting sumber]

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Defisiensi vitamin D dapat disebabkan karena beberapa hal.

  • Paparan sinar matahari yang tidak adekuat menyebabkan sintesis vitamin D di kulit mengalami penurunan. Kondisi ini dapat terjadi pada pekerja pabrik yang seharian bekerja di dalam ruangan,[38] orang yang berdomisili di daerah yang jauh dari garis ekuator, orang yang mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, orang tua di institusi kesehatan untuk usia lanjut serta anak-anak yang jarang menghabiskan waktunya di luar ruangan, dan orang-orang yang mengenakan tabir surya.[39][40]
  • Malabsorbsi yang terjadi pada orang-orang yang menjalani reseksi usus kecil dan penyakit yang berhubungan dengan gangguan penyerapan vitamin D lainnya seperti penyakit seliak, sindrom usus pendek atau short bowel syndrome (SBS), dan fibrosis sistik.[12][41]
  • Konsumsi obat-obatan yang meningkatkan katabolisme seperti fenitoin, fenobarbital, rifampisin, deksametasona, dan klotrimazol. Obat-obat ini dapat merangsang enzim P450 untuk mempercepat katabolisme dan mengaktivasi degradasi vitamin D.[42][43]
  • Ketidakmampuan ginjal mengubah 25(OH)D menjadi bentuk aktif yang paling sering disebabkan oleh faktor usia.[32][44]

Tanda dan gejala[sunting | sunting sumber]

Kekurangan vitamin D pada tahap awal tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Gejala yang timbul pada orang dewasa adalah mudah lelah, nyeri tulang, kelemahan otot, nyeri otot, rambut rontok, dan perubahan suasana hati. Kekurangan vitamin D pada anak yang bersifat kronis akan menyebabkan rakitis. Pada orang dewasa kekurangan vitamin ini akan menyebabkan tulang menjadi rapuh. Hal ini terjadi karena vitamin D berfungsi menjaga jumlah kalsium dan fosfor yang memiliki peran dalam menjaga kepadatan tulang. Sehingga apabila kedua mineral tersebut kadarnya berkurang, tulang menjadi lebih rapuh dan berisiko untuk terkena osteoporosis.[45][46]

Anak-anak penderita rakitis

Selain osteoporosis, kekurangan vitamin D pada orang dewasa akan menyebabkan osteomalasia. Jika pada osteoporosis akibat defisiensi vitamin D ditemukan osteoid dalam jumlah yang kecil, pada osteomalasia gambarannya adalah permukaan kortikal (bagian tulang yang keras) dan trabekula (bagian tulang yang berongga) tulang diselubungi dengan osteoid yang tebal.[31][46]

Faktor risiko[sunting | sunting sumber]

  • Orang-orang dengan warna kulit gelap memiliki kadar melanin dalam jumlah besar yang akan menurunkan kemampuan kulit untuk menghasilkan vitamin D dari sinar matahari.[47][48]
  • Orang-orang yang mengalami masalah dalam penyerapan lemak akan kesulitan untuk menyerap vitamin D karena vitamin ini larut dalam lemak. Penyakit yang dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan lemak antara lain penyakit liver dan penyakit Crohn.[43][49]
  • Orang-orang yang menderita obesitas. Kondisi ini tidak berhubungan dengan kemampuan kulit untuk sintesis vitamin D melainkan karena jumlah jaringan lemak subkutan yang membutuhkan lebih banyak vitamin.[49][50]
  • Orang-orang yang menjalani operasi bypass lambung karena bagian atas usus kecil yang merupakan tempat vitamin D diabsorbsi adalah tempat bypass dilakukan.[51][52]
  • Orang-orang yang mengalami intoleransi, alergi, atau vegan yang tidak mengkonsumsi telur, susu, dan ikan.[46]
  • Bayi yang masih ASI eksklusif karena ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. Oleh sebab itu bayi setidaknya harus dijemur 10-20 menit per hari.[36][53]

Kriteria[sunting | sunting sumber]

Ada dua pemeriksaan untuk mengetahui seseorang menderita defisiensi vitamin D. Yang pertama adalah dengan memeriksa kadar 1,25(OH)2D dan yang kedua adalah pemeriksaan kadar 25-hidroksivitamin D. Kelemahan pemeriksaan 1,25(OH)2D adalah waktu paruhnya yang singkat dan dipengaruhi oleh kadar hormon paratiroid, kalsium, dan fosfor dalam darah.[54][55]

Pedoman National Academy of Medicine Panduan Endocrine Society
Defisiensi Di bawah 12 ng/ml Di bawah 20 ng/ml
Insufisiensi 12-20 ng/ml 21-29 ng/mL
Cukup Di atas 20 ng/ml 30-60 ng/mL
Ideal 40-60 ng/mL
Aman Di atas 60 ng/ml, di bawah 100 ng/ml

Pengobatan[sunting | sunting sumber]

Pilihan terbaik untuk mengatasi defisiensi vitamin D adalah suplemen vitamin D3. Penderita juga dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen ini bersama dengan makanan yang mengandung lemak. Makanan yang mengandung lemak meningkatkan absorpsi vitamin D hingga 32%.[56][54]

  • Orang dewasa dengan kadar 25-hidroksivitamin D yang kurang dari 12 ng/ml diberikan 50.000 IU vitamin D2 atau D3 oral satu atau dua kali seminggu selama enam hingga delapan minggu dilanjutkan dengan 800 hingga 1000 IU vitamin D3 per hari setelahnya.[57]
  • Orang dewasa dengan kadar 25-hidroksivitamin D antara 12-20 ng/ml diberikan 800-1000 IU vitamin D3 per oral per hari. Jika sudah dicapai kadar normal, direkomendasikan untuk melanjutkan konsumsi vitamin D 800 IU per hari.[57]
  • Orang dewasa dengan kadar 25-hidroksivitamin D antara 20-30 ng/ml diberikan 600-800 IU vitamin D3 per oral per hari hingga mencapai target.[57]
  • Bayi dan anak (usia 1-18 tahun) penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:[58]
Usia Kadar 25-hidroksivitamin D Pengobatan dosis oral vitamin D3 (1 mikrogram = 40 IU) Dosis pemeliharaan/pencegahan pada anak dengan faktor risiko
Bayi prematur 12-20 ng/ml 200 IU/kg BB/hari, maksimal 400 IU/hari 200 IU/kg BB/hari

maksimal 400 IU/hari

< 12 ng/ml 800 IU/hari, evaluasi setelah 1 bulan
Bayi lahir cukup bulan usia < 3 bulan 12-20 ng/ml 400 IU/hari selama 3 bulan 400 IU per hari
< 12 ng/ml 1.000 IU/hari selama 3 bulan
3-12 bulan 12-20 ng/ml 400 IU/hari selama 3 bulan 400 IU per hari
< 12 ng/ml 1,000 IU/hari selama 3 bulan atau

50.000 IU dosis tunggal, dievaluasi setelah 1 bulan (pertimbangkan dosis ulangan)

1- 18 tahun 12-20 ng/ml 1.000-2.000 IU/hari selama 3 bulan atau 150.000 IU dosis tunggal 400-600 IU per hari atau

3.000-4.000 IU sekali seminggu units atau

150.000 IU dosis tunggal

< 12 ng/ml 1.000-2000 IU per hari selama 6 bulan atau 3.000-4.000 IU per hari selama 3 bulan atau 150.000 IU dosis tunggal

Vitamin D dan kesehatan[sunting | sunting sumber]

Depresi[sunting | sunting sumber]

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara depresi dan defisiensi vitamin D. Partonen, Vakkuri, Lambert-Allardt, dan Lonnqvist pada tahun 1996 meneliti 16 penderita SAD (seasonal affective disorder) atau gangguan depresi yang berhubungan dengan perubahan musim dan 13 orang sebagai kontrol. Fototerapi selama 15 menit hingga 1 jam setiap hari selama 2 minggu di musim dingin terbukti secara signifikan menurunkan gejala depresi pada kelompok dengan SAD. Hasil yang sama juga diperoleh Gloth, Alam, dan Hollis pada tahun 1999 dengan melibatkan 15 penderita SAD. Pemberian 100.000 IU vitamin D atau fototerapi terbukti menurunkan depresi pada penderita.[59]

National Institute of Health (NIH) atau Lembaga Kesehatan Nasional Amerika Serikat melaporkan bahwa terdapat 14 penelitian yang melibatkan 31.424 responden tentang kadar vitamin D rendah yang berhubungan dengan depresi. Meskipun demikian kesimpulan yang diambil adalah defisiensi vitamin D hanya berhubungan dengan depresi dan tidak menjadi penyebabnya.[60]

Dokter Sonal Pathak, seorang ahli endokrin yang mempresentasikan hasil penelitiannya pada Pertemuan Tahunan ke-94 ahli endokrin di Houston, menyatakan bahwa dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang hubungan vitamin D dengan depresi. Meskipun hasil penelitiannya menunjukkan perbaikan status depresi salah satu dari tiga respondennya dari depresi berat menjadi depresi ringan dengan pemberian vitamin D, Pathak menyatakan bahwa mekanisme yang mendasari hal tersebut belum sepenuhnya dipahami.[61]

Pada tahun 2013, Milaneschi dan kawan-kawan dari Departemen Psikiatri di Belanda mengadakan penelitian dengan 2981 pasien yang merupakan bagian dari Netherlands Study of Depression and Anxiety (NESDA). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar vitamin D serum penderita dengan depresi, penderita depresi dengan remisi, dan kontrol normal. Hasil yang didapatkan adalah persentase kadar vitamin D serum penderita depresi dan depresi dengan remisi lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Mereka menggarisbawahi bahwa depresi merupakan penyakit yang bersifat heterogen dan defisiensi vitamin D kemungkinan hanya relevan dengan kelompok penderita yang spesifik. Namun, mereka mendukung pemberian suplemen vitamin D, perubahan pola makan, dan lebih banyak paparan sinar matahari sebagai salah satu bentuk pengobatan yang lebih efisien dari segi pembiayaan untuk mencegah depresi.[62]

Penelitian di tahun 2013 yang dilakukan oleh Rebecca Anglin dan kawan-kawan dari Departemen Psikiatri Universitas McMaster Kanada, dengan menggunakan 31,424 responden menunjukkan bahwa kadar vitamin D yang rendah berhubungan dengan kondisi depresi.[63]

Hasil berbeda didapatkan oleh penelitian yang dilakukan Olivia Okereke, Charles Reynold, dan kawan-kawan pada tahun 2020. Dengan menggunakan 18.535 responden berusia di atas 50 tahun, pemberian suplemen vitamin D3 dan plasebo tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik terhadap insiden atau rekurensi depresi atau gejala yang secara klinis berhubungan dengan depresi selama 5 tahun periode penelitian.[64]

Talitha Salsabila dan kawan-kawan dari Universitas Diponegoro Semarang, mengumpulkan jurnal-jurnal dari PubMed dan Science Direct yang membahas tentang vitamin D dalam hubungannya dengan depresi yang terpublikasi antara tahun 2015-2020. Dari 15 jurnal yang memenuhi kriteria, terdapat 11 jurnal yang mengidentifikasi hubungan antara rendahnya kadar vitamin D dengan kejadian depresi.[65]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ (Inggris) "Dietary Supplement Fact Sheet: Vitamin D". National Institutes of Health. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-10. Diakses tanggal 2007-09-10. 
  2. ^ a b c Lee JH, O'Keefe JH, Bell D, Hensrud DD, Folick MF. 2008. An important, common, and easily treatable cardiovascular risk factor. J Am Coll Cardiol 52:1949-56.
  3. ^ a b c d e f g h i Basics. DSM Nutritional Products.
  4. ^ Kim YS, Stumpff WE, Clark SA, Sar M, deLuca HF. 1983. Target Cells for 1,25-Dihydroxyvitamin D3 in Developing Rat Incisor Teeth. J Dent Res 62(1):58-59.
  5. ^ "Mengenal Vitamin D: Manfaat, Sumber, dan Dosis Harian". CNN Indonesia. 24 Juli 2021. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  6. ^ Haryono, Marya (6 Agustus 2021). "Rumah Sakit dengan Pelayanan Berkualitas - Siloam Hospitals". www.siloamhospitals.com. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  7. ^ Pane, Merry Dame Cristy (28 Oktober 2014). "Vitamin D". Alodokter. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  8. ^ Brennan, Dan (3 November 2020). "Foods High in Vitamin D3". WebMD. Diakses tanggal 14 Januari 2022. 
  9. ^ Nair, Rathish; Maseeh, Arun (2012). "Vitamin D: The "sunshine" vitamin". Journal of Pharmacology & Pharmacotherapeutics. 3 (2): 118–126. doi:10.4103/0976-500X.95506. ISSN 0976-500X. PMC 3356951alt=Dapat diakses gratis. PMID 22629085. 
  10. ^ "Vitamin D Deficiency: Symptoms & Treatment". Cleveland Clinic. 16 Oktober 2019. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  11. ^ "Vitamin D: What You Need to Know". Raising Children Network. 23 September 2020. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  12. ^ a b Spritzler, Franziska (8 September 2022). "Vitamin D Deficiency: Symptoms, Treatments, Causes and More". Healthline. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  13. ^ Sahay, Manisha; Sahay, Rakesh (2012). "Rickets–vitamin D deficiency and dependency". Indian Journal of Endocrinology and Metabolism. 16 (2): 164–176. doi:10.4103/2230-8210.93732. ISSN 2230-8210. PMC 3313732alt=Dapat diakses gratis. PMID 22470851. 
  14. ^ Tidy, Colin (20 Oktober 2021). Knott, Laurence, ed. "Vitamin D Deficiency including Osteomalacia and Rickets". patient.info. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  15. ^ "Vitamin D, Nutrisi Baru Yang Mengagumkan". reumatologi.or.id. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  16. ^ a b c Holick MF. 2007. Vitamin D deficiency. Med Pro 357:266-281.
  17. ^ (Inggris) "Analysis of SNPs and Haplotypes in Vitamin D Pathway Genes and Renal Cancer Risk". Core Genotyping Facility at the Advanced Technology Center of the National Cancer Institute, Division of Cancer Epidemiology and Genetics, National Cancer Institute, National Institutes of Health (NIH), Department of Health and Human Services, International Agency for Research on Cancer, Department of Cancer Epidemiology and Genetics, Masaryk Memorial Cancer Institute, Institute of Public Health, Institute of Carcinogenesis, Cancer Research Centre, Department of Preventive Medicine, Faculty of Medicine, Palacky University, Institute of Hygiene and Epidemiology, First Faculty of Medicine, Charles University, Department of Epidemiology, Institute of Occupational Medicine, Ohio State University Medical Center; Sara Karami, Paul Brennan, Philip S. Rosenberg, Marie Navratilova, Dana Mates, David Zaridze, Vladimir Janout, Helena Kollarova, Vladimir Bencko, Vsevolod Matveev, Neonila Szeszenia-Dabrowska, Ivana Holcatova, Meredith Yeager, Stephen Chanock, Idan Menashe, Nathaniel Rothman, Wong-Ho Chow, Paolo Boffetta, dan Lee E. Moore. Diakses tanggal 2010-12-10. 
  18. ^ "Vitamin D1 vs D2 vs D3: What's the difference between them?". Drugs.com. 8 April 2021. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  19. ^ Phillips, Katherine M.; Horst, Ronald L.; Koszewski, Nicholas J.; Simon, Ryan R. (3 Agustus 2012). "Vitamin D4 in Mushrooms". PLOS ONE. 7 (8): e40702. doi:10.1371/journal.pone.0040702. ISSN 1932-6203. PMC 3411670alt=Dapat diakses gratis. PMID 22870201. 
  20. ^ "Vitamin D1". pubchem.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  21. ^ "Ergocalciferol". pubchem.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  22. ^ "Cholecalciferol". pubchem.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  23. ^ "Vitamin D4". pubchem.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  24. ^ "Vitamin D5". pubchem.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  25. ^ (Inggris) "Vitamin D, calcium and prevention of breast cancer: a review". Weill Medical College of Cornell University, Strang Cancer Research Laboratory at The Rockefeller University; Lipkin M, Newmark HL. Diakses tanggal 2010-12-10. 
  26. ^ (Inggris) "Vitamin D and calcium intake in relation to risk of endometrial cancer: a systematic review of the literature". Epidemiology and Surveillance Research, American Cancer Society, The Cancer Institute of New Jersey, School of Public Health, University of Medicine and Dentistry of New Jersey, Division of Research, Kaiser Permanente; Marjorie L. McCullough, Elisa V. Bandera, Dirk F. Moore, dan Lawrence H. Kushi. Diakses tanggal 2010-12-10. 
  27. ^ (Inggris) "Vitamin D signaling in immune-mediated disorders: Evolving insights and therapeutic opportunities". Laboratory for Experimental Medicine and Endocrinology (Legendo), Katholieke Universiteit Leuven, Baeke F, van Etten E, et al. Diakses tanggal 2010-02-26. 
  28. ^ (Inggris) "Vitamin D". Department of Physiology and Bosch Institute, University of Sydney, Dixon KM, Mason RS. Diakses tanggal 2010-02-26. 
  29. ^ a b Hermawan, Dessy 2016, hlm. 15-18.
  30. ^ "Vitamin D and your health: Breaking old rules, raising new hopes". Harvard Health. 1 Februari 2007. Diakses tanggal 12 Januari 2022. 
  31. ^ a b c Lips, P. (1 September 2006). "Vitamin D physiology". Progress in Biophysics and Molecular Biology. UV exposure guidance: A balanced approach between health risks and health benefits of UV and Vitamin D. Proceedings of an International Workshop, International Commission on Non-ionizing Radiation Protection, Munich, Germany, 17-18 October, 2005. 92 (1): 4–8. doi:10.1016/j.pbiomolbio.2006.02.016. ISSN 0079-6107. 
  32. ^ a b Christakos, Sylvia; Dhawan, Puneet; Verstuyf, Annemieke; Verlinden, Lieve; Carmeliet, Geert (1 Januari 2016). "Vitamin D: Metabolism, Molecular Mechanism of Action, and Pleiotropic Effects". Physiological Reviews. 96 (1): 365–408. doi:10.1152/physrev.00014.2015. ISSN 0031-9333. PMC 4839493alt=Dapat diakses gratis. PMID 26681795. 
  33. ^ Long, Mark D.; Sucheston-Campbell, Lara E.; Campbell, Moray J. (April 2015). "Vitamin D Receptor and RXR in the Post-Genomic Era". Journal of cellular physiology. 230 (4): 758–766. doi:10.1002/jcp.24847. ISSN 0021-9541. PMC 4574486alt=Dapat diakses gratis. PMID 25335912. 
  34. ^ Chandra, Prakash; Wolfenden, Linda L.; Ziegler, Thomas R.; Tian, Junqiang; Luo, Menghua; Stecenko, Arlene A.; Chen, Tai C.; Holick, Michael F.; Tangpricha, Vin (Oktober 2007). "Treatment of vitamin D deficiency with UV light in patients with malabsorption syndromes: a case series". Photodermatology, photoimmunology & photomedicine. 23 (5): 179–185. doi:10.1111/j.1600-0781.2007.00302.x. ISSN 0905-4383. PMC 2846322alt=Dapat diakses gratis. PMID 17803596. 
  35. ^ Wacker, Matthias; Holick, Michael F. (1 Januari 2013). "Sunlight and Vitamin D". Dermato-endocrinology. 5 (1): 51–108. doi:10.4161/derm.24494. ISSN 1938-1972. PMC 3897598alt=Dapat diakses gratis. PMID 24494042. 
  36. ^ a b c Whitbread, Daisy (29 Juli 2021). "Top 10 High Vitamin D Foods". myfooddata. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  37. ^ Ware, Megan (7 November 2019). "Vitamin D: Benefits, deficiency, sources, and dosage". www.medicalnewstoday.com. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  38. ^ Yosephin, Betty 2016, hlm. 10.
  39. ^ Mikstas, Christine (28 Juli 2020). "Vitamin D Deficiency: Symptoms, Causes, and Health Risks". WebMD. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  40. ^ "Vitamin D: Deficiency, Symptoms, Supplements & Foods". Drugs.com. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  41. ^ Singhai, Abhishek; Banzal, Subodh (2013). "Severe Vitamin D Deficiency Causing Kyphoscoliosis". Journal of Family Medicine and Primary Care. 2 (4): 384–386. doi:10.4103/2249-4863.123930. ISSN 2249-4863. PMC 4649884alt=Dapat diakses gratis. PMID 26664847. 
  42. ^ "Vitamin D". Mayo Clinic. 9 Februari 2021. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  43. ^ a b Sizar, Omeed; Khare, Swapnil; Goyal, Amandeep; Bansal, Pankaj; Givler, Amy (2021). Vitamin D Deficiency. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 30335299. 
  44. ^ "Office of Dietary Supplements - Vitamin D". ods.od.nih.gov. Diakses tanggal 9 Januari 2022. 
  45. ^ Etika, Nimas Mita (4 Mei 2021). Goentoro, Patricia Lukas, ed. "Tubuh Tidak Tercukupi Asupan Vitamin D? Apa Akibatnya?". Hello Sehat. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  46. ^ a b c Salomon, Sheryl Huggins (17 Januari 2020). "Vitamin D Deficiency: Causes, Signs and Symptoms, Risk Factors, and Consequences". EverydayHealth.com. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  47. ^ "Vitamin D". nhs.uk. 23 Oktober 2017. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  48. ^ Webb, Ann R.; Kazantzidis, Andreas; Kift, Richard C.; Farrar, Mark D.; Wilkinson, Jack; Rhodes, Lesley E. (7 April 2018). "Colour Counts: Sunlight and Skin Type as Drivers of Vitamin D Deficiency at UK Latitudes". Nutrients. 10 (4): 457. doi:10.3390/nu10040457. ISSN 2072-6643. PMC 5946242alt=Dapat diakses gratis. PMID 29642423. 
  49. ^ a b "Vitamin D". www.hsph.harvard.edu. 18 September 2012. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  50. ^ Vranić, Luka; Mikolašević, Ivana; Milić, Sandra (28 Agustus 2019). "Vitamin D Deficiency: Consequence or Cause of Obesity?". Medicina. 55 (9): 541. doi:10.3390/medicina55090541. ISSN 1010-660X. PMC 6780345alt=Dapat diakses gratis. PMID 31466220. 
  51. ^ "Vitamin D". medlineplus.gov. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  52. ^ Johnson, Jason M.; Maher, James W.; DeMaria, Eric J.; Downs, Robert W.; Wolfe, Luke G.; Kellum, John M. (Mei 2006). "The Long-term Effects of Gastric Bypass on Vitamin D Metabolism". Annals of Surgery. 243 (5): 701–705. doi:10.1097/01.sla.0000216773.47825.c1. ISSN 0003-4932. PMC 1570540alt=Dapat diakses gratis. PMID 16633006. 
  53. ^ "Vitamin D is needed to support healthy bone development". Centers for Disease Control and Prevention. 2 Juli 2021. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  54. ^ a b Harbolic, Betty Kovacs (18 Februari 2021). Stöppler, Melissa Conrad, ed. "Vitamin D Deficiency: 9 Symptoms & Signs, Treatment, Causes & Charts". MedicineNet. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  55. ^ Bordelon, Paula; Ghetu, Maria V.; Langan, Robert C. (15 Oktober 2009). "Recognition and Management of Vitamin D Deficiency". American Family Physician. 80 (8): 841–846. ISSN 0002-838X. 
  56. ^ McLarnon, Andy (30 Agustus 2011). "Dietary fat might influence serum vitamin D level". Nature Reviews Endocrinology (dalam bahasa Inggris). 7 (10): 562–562. doi:10.1038/nrendo.2011.150. ISSN 1759-5037. 
  57. ^ a b c Hughes, Bess Dawson (Desember 2021). Rosen, Clifford J, ed. "Patient education: Vitamin D deficiency (Beyond the Basics)". www.uptodate.com. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  58. ^ "Clinical Practice Guidelines : Vitamin D deficiency". www.rch.org.au. September 2020. Diakses tanggal 11 Januari 2022. 
  59. ^ Penckofer, Sue; Kouba, Joanne; Byrn, Mary; Ferrans, Carol Estwing (Juni 2010). "Vitamin D and Depression: Where is all the Sunshine?". Issues in mental health nursing. 31 (6): 385–393. doi:10.3109/01612840903437657. ISSN 0161-2840. PMC 2908269alt=Dapat diakses gratis. PMID 20450340. 
  60. ^ Nittle, Nadra (29 Desember 2020). "Vitamin D Deficiency and Depression: What's the Connection?". Verywell Mind. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  61. ^ Mann, Denise (27 Juni 2012). "Vitamin D Deficiency Linked to Depression". WebMD. Diakses tanggal 10 Januari 2022. 
  62. ^ Milaneschi, Y.; Hoogendijk, W.; Lips, P.; Heijboer, A. C.; Schoevers, R.; van Hemert, A. M.; Beekman, A. T. F.; Smit, J. H.; Penninx, B. W. J. H. (April 2014). "The association between low vitamin D and depressive disorders". Molecular Psychiatry (dalam bahasa Inggris). 19 (4): 444–451. doi:10.1038/mp.2013.36. ISSN 1476-5578. 
  63. ^ Anglin, Rebecca E. S.; Samaan, Zainab; Walter, Stephen D.; McDonald, Sarah D. (Februari 2013). "Vitamin D deficiency and depression in adults: systematic review and meta-analysis". The British Journal of Psychiatry (dalam bahasa Inggris). 202 (2): 100–107. doi:10.1192/bjp.bp.111.106666. ISSN 0007-1250. 
  64. ^ Okereke, Olivia I.; Reynolds, Charles F., III; Mischoulon, David; Chang, Grace; Vyas, Chirag M.; Cook, Nancy R.; Weinberg, Alison; Bubes, Vadim; Copeland, Trisha (4 Agustus 2020). "Effect of Long-term Vitamin D3 Supplementation vs Placebo on Risk of Depression or Clinically Relevant Depressive Symptoms and on Change in Mood Scores: A Randomized Clinical Trial". JAMA. 324 (5): 471–480. doi:10.1001/jama.2020.10224. ISSN 0098-7484. 
  65. ^ Salsabila, Talitha; Samsuria, Indranila Kustarini; Retnoningrum, Dwi; Saraswati, Indah (3 September 2021). "Vitamin D Deficiency Linked To Depression (Systematic Review: Meta Synthesis)". DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) (dalam bahasa Inggris). 10 (5): 378–384. ISSN 2540-8844. 

Daftar Pustaka

Pranala luar[sunting | sunting sumber]